Friday, February 20, 2015

Tersesat di Gunung Burangrang

gunung burangrang
Pemandangan dari puncak Gunung Burangrang 
Teorinya, kalau tersesat di gunung, naiklah ke atas. Karena gunung memiliki daerah atas yang lebih sempit dibandingkan dengan di daerah bawah.  Semua jalur ke atas sampai titik tertentu akan berhenti di puncak. Sehingga kemungkinan bertemu dengan pendaki lain lebih besar.

Memilih jalur turun ke bawah, selain belum tentu bisa ketemu desa terdekat, juga mempersulit tim penyelamat menemukan kita karena wilayah yang harus disisir semakin besar.

Itu teorinya. Uncle Seronok juga tahu itu. 

Tapi saat benar-benar tersesat di Gunung Burangrang, hilang itu semua yang namanya teori. Yang ada cuma rasa panik, ulu hati sakit. Kaki lemas seperti puding. Napas memburu seperti habis jogging. 

Kisah ini benar terjadi adanya. Bukan rekayasa. Apalagi cerita bohong. Dengan kata lain cerita true-story yang menimpah Uncle Seronok bersama seorang penulis perempuan asal Inggris.
Bersama komunitas Ulin Jerambah
Cerita ini bermula dari keceriaan kemping semalam bersama komunitas Ulin Jerambah dalam rangka menyambut tahun baru. Awalnya sempat ragu-ragu, takut diganggu hantu. Kalau sudah diganggu hantu tentu kempingnya jadi tidak seru.

"Apa hubungannya dengan hantu," tanya kamu.

Karena kita kempingnya dekat kuburan alias rumah hantu.
api unggun
Serunya kemping, bakar-bakar ayam betot, aman tanpa diganggu hantu
Sebenarnya, hiking ini adalah yang kedua kalinya bagi Uncle Seronok. Pertama kalinya, lewat jalur komando bersama sekompok anak SMA bertenaga kijang. Uncle Seronok gagal muncak karena kehabisan stamina. Jadi kali kedua ini, bertekad bulat sampai puncak Gunung Burangrang.

Ibarat nonton film di youtube, kalau ada adegan membosankan kita bisa loncat ke track yang berikutnya. Supaya tidak membosankan, ceritanya di fastforward sama Uncle Seronok.

"Trilili....Tralala...Trululu....Sim ala kasim."

Tahu-tahu semua sudah berada di puncak Gunung Burangrang. Semua anggota Ulin Jerambah, dari yang sudah om-om sampai anak kecil belum akil baligh, semua bahagia. Lega rasanya bisa photo-photoan sambil menyender ke tugu.
tugu gunung burangrang
Tugu Gunung Burangrang
situ lembang
Penampakan Situ Lembang dari puncak Gunung Burangrang
Teorinya, turun dari puncak haruslah hati-hati. Tetaplah jaga kebersamaan dan jarak antar teman.

Itu Uncle Seronok juga tahu.

Perbedaan jarak, katakanlah, walaupun cuma sekitar 10 meter saja bisa berubah jadi musibah jika kita tidak turun gunung dengan hati-hati. Dalam keadaan cuaca buruk, hujan badai berpetir atau kabut tebal, misalnya. Percaya atau tidak, rombongan yang ada di depan anda bisa tiba-tiba menghilang dari pandangan.

Apalagi kalau sampai menyimpang dari jalur. Karena bentuk gunung umumnya kerucut, menyimpang dari jalur sekian derajat saja, akan semakin membesar ketika turun ke bawah. Bisa-bisa kita sampai di sebelah gunung lainnya.

Ceritanya, Uncle Seronok mau berbagi pengalaman tersesat saat turun gunung sambil ditemani seorang wanita penulis dari Inggris yang enggan disebutkan namanya di sini. Pengalaman yang nyaris membuat air mata menetes sambil membayangkan jadi hantu gentayangan di Gunung Burangrang.

Sedih banget 'kan? Lebih drama 'kan dari sinetron Korea?

Awalnya memang niat nulis seperti itu. Ada drama-drama sedikit dan berbagi pengalaman 'true story'  tapi tidak tahu kenapa jadi begini ceritanya. Kayaknya harus ganti judul jadi tip supaya tidak menjadi hantu di gunung. 

Teori terakhir. Bawa handphone ke gunung jangan dengan niat untuk update status. Jangan buat sampai lo-bat handphone-mu buat selfie. Ketika tersesat di gunung, handphone yang full batere bisa jadi penyelamatmu.

Diceritakan kembali oleh Uncle Seronok secara suka-suka dari pengalaman tersesat di Gunung Burangrang pada tanggal 01 Januari 2015. 

Monday, February 16, 2015

Tidak Ada Paramida di Gunung Padang

Gung Padang, Cianjur







"Manusia prasejarah Goa Pawon yang ditemukan sekitar 40 kilometer dari situs Gunung Padang berusia 10.000 tahun. Pada masa itu, manusia Goa Pawon hanya mampu menghasilkan perkakas batu kasar......."
Jadi tidak dibangun seluruhnya manusia Cianjur. Ini murni punden berundak dan tidak ada piramida, " dikutip oleh Uncle Seronok dari kompas.com
Orang Sunda menyebut bukit dengan gunung dan kata pasir untuk bukit. Dengan ketinggian 885mdpl, menurut Uncle Seronok lebih tepat disebut bukit. Mendaki Gunung Padang tidak perlu persiapan rumit. Cukup bekal air minum secukupnya dan stamina.

Jika stamina cukup fit, mendaki 468 anak tangga batu andesit bisa diselesaikan dalam waktu singkat setengah jam saja. Kalau naik 10 tangga, istirahat 5 menit dalam hitungan matematika untuk mencapai puncak bukit bisa menjadi berjam-jam. 

Kebanyakan istirahat dan selfie, itu namanya.

Uncle Seronok berangkat ke Cianjur tengah malam bersama sekelompok anak muda yang menyebut namanya sebagai grup 'Hore'. Untuk menghemat biaya, kami menginap gratis di mesjid di sekitaran terminal Cianjur.
Gunung Padang, Cianjur
(c)UncleSeronok.blogspot.com
Saat itu tepat perayaan 17 Agustusan, di bawah kaki bukit, ada sekompi tentara membuka tenda. Rupanya mereka sedang melaksanakan upacara di atas bukit Gunung Padang.

Dari tempat ini, perlu hiking beberapa menit sebelum mencapai gerbang yang terdiri dari dua pilar batu di kiri dan kanan dengan tulisan situs Megalith Gunung Padang - Cianjur.

Karena terpengaruh oleh banyak berita di berbagai media massa, sedikitnya Uncle Seronok berharap bisa menemukan reruntuhan yang mirip dengan piramida di Mesir. Tapi kesan pertama ternyata jauh dari bayangan.

gunung padang cianjur
(c)UncleSeronok.blogspot.com
Balok-balok batu berserakan menutupi hampir seluruh permukaan bukit. Beberapa pilar batu tersebut ada yang memiliki bentuk unik sehingga diberi nama oleh penduduk setempat.

Secara fisik lebih menyerupai reruntuhan candi daripada bangunan piramida. Bahkan beberapa tumpukan sangat mirip dengan kuburan massal dengan pilar batu sebagai nisan yang menonjol keluar dari balik tanah.
gunung padang cianjur
(c)UncleSeronok.blogspot.com
Terlepas dari berbagai versi berita di media massa, Gunung Padang ada Piramida atau cuma berupa punden berundak. Biarkan saja jadi ajang perdebatan para ahli arkeolog.

Yang penting kawasan ini termasuk salah satu list objek wisata yang harus dikunjungi untuk kedua kalinya oleh Uncle Seronok.

Kalau menurut Anda, bagaimana?

Tuesday, February 10, 2015

Sebelum Gunung Hawu Rata dengan Tanah

Gunung Hawu

"Sebelum Gunung Hawu rata dengan tanah, mari kita ramai-ramai demo ke sana."

Menuju Gunung Hawu :
Bagaikan serombongan domba, begitu nama disebut melalui toa, satu persatu peserta kegiatan SABUKI meloncat-loncat masuk ke dalam truk bak terbuka. Sekitar 130-an peserta dibagi-bagi memasuki 3 truk bak terbuka yang sudah menanti di depan stasiun kereta Padalarang.

Mereka bukan mau digiring ke rumah jagal seperti domba, tapi mereka sedang mengikuti acara rutin yang diadakan oleh komunitas satu bumi kita atau akrab disebut Sabuki.

Gunung Hawu, Padalarang
courtesy : Agus S. Setiadi Aafg
Pada jaman dahulu kala, saat jalur Tol Cipularang belum ada. Jika menuju Jakarta menggunakan bis kota, kita pasti akan melewati deretan bukit-bukit karst Citatah. 

Diantaranya melewati Gunung Hawu yang ada bolongnya. Gunung Pawon dengan rumah manusia purbanya, tak lupa ada deretan tebing kapur 'Stone-garden',  serta Gunung Masigit yang punya pemandangan menggigit.

Deretan bukit bebatuan ini dikenal sebagai Formasi Raja Mandala yang memiliki jalur panjang sampai ke Pelabuhan Ratu dan Formasi Citarum. 

Kini setelah ada Tol Cipularang, kita sudah tidak melipir jalur ini lagi untuk menuju tol Cikampek. Kita pun tidak bisa menikmati keindahan kawasan karst Citatah lagi. Lama-kelamaan kita pun lupa akan keindahannya.
Gunung Hawu, Padalarang
(c)UncleSeronok.blogspot.com
Karena lupa, kita jadi tidak peduli. Disebabkan kita sudah tak peduli, deretan bukit batu kapur itu satu per satu kemudian hilang. Rata dengan tanah. Jangan salahkan mereka yang meratakan bukit. Sebenarnya, mereka tidak menghilangkan bukit karst. Mereka hanya menyulap keindahan tersebut menjadi bentuk lain. 

Ada yang disulap menjadi batu marmer yang turut mengharumkan nama Indonesia. Yang lain mengolahnya sebagai bahan bangunan yang bernilai ekonomi tinggi. Menjadi bahan baku cat dan pasta gigi. Oleh sebagian seniman, keindahan tersebut diasah menjadi batu akik yang kemudian melingkar lengkap di sepuluh jari tangan.

Jadi bukan salah mereka. Karena kita tidak peduli maka mereka yang punya kreatif tinggi kemudian memindahkan keindahan tersebut menjadi bentuk yang bernilai ekonomis. Semua karena kita tidak peduli.

Jadi, kalau boleh jujur, seharusnya kita turut bangga.

Karena Uncle Seronok bangga dan peduli, maka berangkatlah bersama pegiat SABUKI ber-geotrack sebagai salah satu anggota rombongan domba-domba jinak yang haus petualangan. 

Mbek...!!!
(c)UncleSeronok.blogspot.com
Proses Terjadinya Gunung Hawu
Menurut Uncle Seronok, lebih tepat disebut Gunung Bolong. Karena memang gunungnya bolong. Lihat saja buktinya di photo. Bolong kan?

Awal terbentuknya bolong atau gua diduga karena adanya retakan vertikal memanjang dari atas ke bawah. Retakan awal ini merupakan ciri khas daerah karst batu gamping yang terbentuk dari reruntuhan atap gua atau dikenal dengan istilah sinkhole.

Proses selanjutnya terjadi pelarutan senyawa karbonat dari bahan baku utama batu gamping yang terjadi secara perlahan dan bertahap. Proses pelubangan secara karstifikasi kemudian memanjang  ke arah samping sesuai dengan kontur kemiringan lapisan batu gamping yang sangat curam ke arah selatan.

Setelah melalui waktu yang sangat lama...lama sekali, kira-kira berjuta-juta tahun lamanya maka sim-sa-la-bin, jadilah Gunung Hawu bolong seperti yang kita kenal sekarang. 

Gua Gunung Hawu melengkung secara alami memiliki ukuran yang cukup besar. Lebar kurang lebih 30m, tinggi kurang lebih 70m dan kedalaman sekitar 90m. 
Lengkungan alami ini oleh T. Bachtiar kemudian dibandingkan dengan lengkungan serupa yang berada di Natural Bridge Virginia dan Arches National Monument di Utah. Lengkungan alami di Virginia dan Utah memiliki dimensi yang sangat besar sehingga menyerupai jembatan seperti yang dapat dilihat pada photo di bawah.

photo sumber dari wikipedia.org

Ketika seorang T. Bachtiar tanpa ragu menyatakan lengkungan alami gua Gunung Hawu setara dengan jembatan alami milik Arches Museum Utah, USA. Tentu saja Gunung Hawu tak bernilai harganya.

Sekarang tinggal kita sendiri, menghargai Gunung Hawu sebagai warisan milik dunia yang memiliki keunikan tersendiri. Atau kita seperti orang-orang kreatif yang mencoba menyulap kawasan karst Citatah ini dengan penuh perhitungan nilai ekonomis.

Bayangkan berapa orang yang akan hidup sejahtera jika kawasan ini disulap menjadi pusat bahan baku odol, cat, bahan bangunan, ember, gayung, sikat toilet dan jangan lupa ada banyak batu akik melingkar di sepuluh jari kita.

Jari...Jari....

Atau kita olah secara profesional seperti negara Tiongkok memperlakukan Gunung Tian-Men-Shan ( Gunung Pintu Surga ) dengan menambahkan seribu tangga sehingga gunungnya tidak perlu bernasib sama seperti yang dialami oleh Gunung Hawu -- menjadi bahan batu akik.

Jari ...Jari...
 courtesy : unknown
Catatan kecil Uncle Seronok tentang Gunung Hawu dengan sepuluh jari penuh dengan cincin batu akik :
  1. Sejarah mencatat puncak Gunung Hawu pernah dikenal sebagai Dinding-30. Disebut demikian karena memiliki tebing vertikal setinggi 30 m dengan  evalasi asal 825 m. Namun saat ini telah berganti nama menjadi Dinding-nol! Karena sudah disulap.

Monday, February 9, 2015

Street Photography : Ada Cita Citata di Alun-alun Bandung

street photography
(c)UncleSeronok.blogspot.com

Ngakunya bernama Cita Citata. Tapi tentu saja Uncle Seronok tak percaya.

Siang itu waktu Ashar baru lewat beberapa saat di alun-alun Bandung.  Tidak terlalu banyak orang, cuma ada empat wanita dewasa berhijab menunggu gerimis. Di hadapan mereka, seorang gadis berhijab putih barusan selesai ber-selfie gaya mulut bebek.

Terbawa suasana, wanita dewasa berhijab warna tosca berinisiatif untuk mengambil photo mereka bertiga. Wanita berhijab peach bersiap-siap dengan gaya imut chibi-chibi. Yang hijab orange tak mau kalah,  dengan gaya pis. 

Tidak ada hujan, cuma ada gerimis. Saat wanita berhijab warna tosca siap memencet tombol kamera handphone-nya, dari samping kiri jalan mendadak muncul Cita Citata. 

Karena dia Cita Citata, maka lagunya adalah , “sakitnya tuh disini”. Instrumen musiknya,  tiga lempengan tutup botol kaleng dipaku pada sepotong kayu. Bunyinya cekerek-cek-cek. Tangan kirinya menenteng tas modis kanvas abu. Tangan kanan menghentakkan alat kerecek ke pinggang sambil berlenggok. Demikianlah Cita Citata melantunkan lagu hit-nya.
street photography
(c)UncleSeronok.blospot.com
Karena kaget, wanita berhijab warna tosca lari ke belakang bangku. Tiga wanita lainnya mati gaya. 

Gagal diphoto. 

Mereka sepakat untuk acuh terhadapnya. Gadis berjibab putih pura-pura tak melihat. Sok serius menatap handphone. Mungkin saat itu juga dia langsung update satus di fb. 

“O-M-G…sebel banget. Diganggu bencong di alun-alun Bandung.”

Si wanita berhijab tosca mungkin juga langsung nge-twit hal yang sama, ”Suer. Copot, eh, hampir copot jantungku ketemu cewek jadi-jadian.”

Uncle Seronok sejak tadi memang berada di sana. Dia ogah update status fb. Dia tidak tahu cara ngetuit. Tapi diam-diam memotret. Dia yang mengaku Cita Citata melihat. 

Diantara lantun lagunya, dia mengoyangkan telunjuknya ke kiri dan ke kanan tepat ke arah Uncle Seronok seolah-olah ingin bilang, “ Nakal deh, Si-Om. Jangan photo-photo eike dong.”

Uncle Seronok memang nakal. Sekali lagi. JEPRETTT…

Tanpa ragu dia menghampiri Uncle Seronok. Beberapa saat kemudian terjadilah deal yang membuat Cita Citata sumringah. Karena ini adalah kali pertama, dia  memperoleh honor sebagai model professional.  

Sedangkan bagi Uncle Seronok sendiri, juga kali pertama baginya harus  membayar model untuk photonya. 

Tarifnya. DELAPAN BELAS RIBU LIMA RATUS rupiah saja untuk  dua shot.

Ngakunya bernama Cita Citata. Tapi tentu saja Uncle Seronok tak percaya.

Saturday, February 7, 2015

Curug Citambur : Prajurit Prabu Pun Menabuh Tambur


curug citambur, cianjur

Konon saking besarnya debit air terjun  Citambur, setiap air yang jatuh menimpah kolam tampungan di bawahnya akan bergedebum seperti tambur ditabuh. Duk. Duk. Duk. Kira-kira begitu bunyinya. Maka lahirlah nama Curug Citambur dari kecelakaan sekawanan air yang jatuh bergedebum ke bawah.

Asal-usul Curug Citambur
Versi asal usul nama tersebut  juga bisa ditelusuri dari kisah donggeng berikut. Konon raja penguasa daerah Tanjung Anginan ( sekarang adalah Desa Karang Jaya, Kec. Pagelaran, Cianjur Selatan ) punya kebiasaan unik. 
 
Setiap Sang Prabu mau mandi, prajurit prabu pun menabuh tambur. Duk. Duk. Bunyi tambur ber-dak-dik-duk. Karena sabun cair jaman itu belum dikenal, Sang Prabu kemungkinan besar mengosok tubuhnya dengan minyak kelapa beraroma kembang sambil nyinden tembang cinta. 

Gema tambur dak-dik-duk membahana sampai ke pelosok desa.  Dengan demikian, bunyi alat musik tambur  pengiring prabu mandi sekaligus menjadi petanda Sang Prabu lagi mandi. Jangan Intip.

Oleh warga sekitarnya curug tempat mandi tersebut kemudian disebut Curug Citambur

Mengenai asal-usul nama curug, jangan ditanggapi dengan serius. Tidak ada catatan dalam sejarah, atau bukti tertulis mengenai Prabu Tanjung Anginan. Kemungkinan besar cuma donggeng yang sengaja diciptakan untuk mempromosikan curug tersebut.

Kesimpulannya, cerita Uncle Seronok ini jangan dijadikan sebagai bahan rujukan.

Cukup nikmati saja keindahan curugnya sambil basah-basahan. Hembusan angin cukup kencang di sekitar curug. Angin membawa butiran air bagaikan gerimis. Jadi kalau berdiri di ujung tebing dekat curug, mau tidak mau mendadak terasa menjadi prabu mandi. Tapi tidak diiringi tabuhan tambur.
curug citambur, cianjur
Curug Citambur, sekarang perajurit tidak menabuh tambur lagi


Lokasi Curug Citambur  : coba cek blognya Akang Rudy Praja. Walaupun perginya bareng, Si Akang ini nulis rutenya lebih detail. Jadi Uncle Seronok malas nulis lagi. Cek saja blog si Akang Rudi.

Uncle Seronok penasaran. Menurut wikipedia Indonesia, Curug Citambur - Cianjur dengan ketinggian 100m menduduki peringkat no.7 dari list curug tertinggi di Indonesia. 

Curug Cimahi peringkat 11 dengan ketinggian  87m. Sedangkan Curug Cileat yang merupakan curug tertinggi di Subang ( +/- 100m ) tidak terdapat di list tersebut.

Secara kasat mata, menurut pendapat Uncle Seronok, Curug Cileat terlihat lebih besar dan tinggi dibandingkan Curug Citambur apalagi dibandingkan dengan Curug Cimahi. Tapi anehnya, Curug Cileat tidak terdapat dalam list tersebut.

Uncle Seronok pun binggung.