Pergi jalan-jalan ala backpacker, moto-moto dan menulis kisah perjalanannya ke antah berantah
Wednesday, September 27, 2017
Sunday, September 24, 2017
Photo Story Project 2 : Fishing on Muddy River
![]() |
| paddy field by the drying river |
In Indonesia , dry season spans from May to September, with the rains falling between October and April. But some times these seasons varies from place to place caused by different monsoon wind patterns.
![]() |
| Drying Up River Cracking soils |
Despite of drying up rivers , cracking brown soils every where I managed to spotted few men catching fish on the muddy river. Did they catch any single fish? I wondered.
From the other side of the river, another man fishing on small boat. He seems so deep in thought. While another one stood near the bank tried his best luck.
![]() |
| Fishig on The Muddy River |
![]() |
| lost in thought |
![]() |
| men in white tried his best to catch one |
Saturday, September 23, 2017
Photo Story Project 1 : Pabbajja
![]() |
| Vipassana Graha Theravada Temple, Lembang, Bandung |
Pabbajja (Pali; Skt.: pravrajya) literally
means "to go forth" and refers to when a layperson leaves home to live
the life of a Buddhist renunciate among a community of bhikkhus (fully
ordained monks). This generally involves preliminary ordination as a
novice (male= samanera, female=samaneri).
![]() |
| Samaera Samaneri Pabbajja |
![]() |
| Trying kāṣāya / Monk's robe |
Buddhist kāṣāya are said to have originated in India as set of robes for the devotees of Gautama Buddha. A notable variant has a pattern reminiscent of an Asian rice field. Original kāṣāya were constructed of discarded fabric.
These were stitched together to form three rectangular pieces of cloth,
which were then fitted over the body in a specific manner.
![]() |
| young bhikkhus in training |
![]() |
| take a break |
Note: all the photos above are taken with lensbaby.
Friday, September 22, 2017
Photo Story : Gunung Hawu
![]() |
| Gunung Hawu |
Ada kontes yang diadakan oleh worldnomads dengan hadiah 10 hari perjalanan ke Jepang sambil belajar traveling
photography. Deadline sudah dekat terhitung mulai hari ini. Kontes photo
bercerita dengan essay ini membuat saya bersemangat.
Karena itu, subuh, Minggu-04 Desember, saya naik ke Gunung Hawu. Konsep
sudah ada di kepala. Saya ingin menunjukkan dua sisi berbeda Gunung
Hawu. Keindahan di salah satu sisi, eksplorasi yang merusak alam di sisi
lainnya.
![]() |
| Sunrise At Gunung Hawu |
Tapi setelah melihat hasil-hasil potonya. Nyali saya menciut. Saya
kurang puas dengan potonya. Objeknya kurang jelas. Apa yang dilihat oleh
mata saya tidak sanggup diterjemahkan oleh kamera. Selain itu, saya
bermaksud merekam jejak gerakan angin pada rumput serta awan di langit.
Tapi gatot alias gagal total. Hasilnya over exposure.
"Tanpa filter sebenarnya bisa diakalin dengan penguasaan teknis." kata seorang teman saat saya beralasan tidak punya lensa lebar misalnya 10-22 mm dan tidak ada filter.
![]() |
| Puncak Gunung Hawu |
"Buatlah photo yang instant read," kata guru saya. "POV harus jelas sehingga mata tidak jelalatan ke mana-mana."
"Kurangi membuat photo sampah."
Dan photo saya di Gunung Hawu termasuk kategori sampah.
![]() |
| Sisi Lain Gunung HAwu |
Ganti konsep lain atau balik lagi ke
Gunung Hawu untuk photo ulang? Mendadak sepertinya kedua ide ini
sama-sama tidak mempunyai prospek lagi sekarang. Saya kehabisan waktu
untuk mengejar deadline kontes.
Beberapa minggu sebelumnya, ada rencana mau solo backpack ke Bogor dan
long weekend 11-12 Desember ke kota Lasem. Bogor batal karena saya naik
ke Gunung Hawu. Jumat malam ini ke Lasem sepertinya juga batal. Tinggal
1 opsi untuk kemping bareng bersama anak kelas photography ke Kareumby,
tapi gejalanya terancam batal juga karena sampai hari ini masih belum
ada konfirmasinya.



















