Mencoba paralayang di Gunung Panten - Majalengka. Minggu, 10 April 2016, bersama tujuh rekan sesama penikmat wisata minat khusus petuangan, bertekad untuk meneruskan rencana mencoba olahraga paralayang. Apapun yang terjadi, rencana yang sudah selama diatur selama 2 minggu yang lalu harus tetap berjalan.
Awalnya, kegiatan paralayang ini akan dilakukan di Kampung Toga-Sumedang. Tapi pada derik terakhir, operator penyelenggara membatalkannya karena di lokasi sedang ada perbaikan landasan.
Pilihan kedua. Lokasi yang paling dekat dengan Bandung adalah Bukit Gantole-Cililin yang sedang dipersiapkan untuk acara PON. Sepertinya lokasi ini adalah pilihan yang tepat. Tapi faktor cuaca yang tidak bersahabat dan besarnya resiko menjadi pertimbangan. Pilihan terakhir adalah wana-wisata Gunung Panten yang berlokasi di Majalengka. Lokasi jauh tapi cuaca di sana cukup mendukung.
Menuju Gunung Panten - Majalengka
Dari Bandung kami bergerak menuju lokasi. Sesampainya di pusat kota Majalengka, dengan mengambil patokan Bundaran Munjul, kami berbelok ke arah selatan menuju Desa Sidakmukti. Wana wisata Paralayang Gunung Panten berbagi kepemilikan di antara dua desa bersebelahan.
Lokasi loket tiket sampai patung harimau secara administratif merupakan wilayah kelurahan Munjul. Sedangkan lokasi take-off atau landasan peluncuran paralayang sampai patung harimau adalah wilayah Desa Sidakmukti.
Gunung Panten sangat ramai dikunjungi penduduk setempat terutama pada hari Minggu. Saat tiba di puncak Gunung Panten, tempat parkirnya penuh. Sangat ramai seperti pasar malam. Kebetulan pula ada salah satu dealer sepeda motor terkenal sedang mengadakan promosi dengan membuka panggung dangdut serta atraksi motor gila-gilaan. Acara ini cukup banyak menarik pengunjung mendekati panggung.
Pemandangan dari atas Gunung Panten sangat menakjubkan. Saat melihat ke bawah tebing, pucuk-pucuk pohon terasa berada tepat di ujung jari. Begitu jauh di bawah namun terasa juga begitu dekat. Saya beberapa kali menahan napas saat melihat ke bawah. Pemandangan dari ketinggian selalu menimbulkan sensasi aneh. Ada rasa takut dan kagum bercampur jadi satu.
Di Puncak Gunung Panten
Berbatasan dengan dengan deretan pohon, ada hamparan berkotak-kotak sawah yang saling potong memotong, silang menyilang. Hasilnya adalah sebuah mosaik sawah berbentuk pola karpet didominasi warna hijau dengan tone warna lain. Ada hijau muda, hijau daun, kuning, orange dan biru membentuk pola abstrak warna yang indah.
Di tengah sawah ada garis putih memanjang meliuk-liuk seperti ular. Beberapa kotak hitam terlihat bergerak di atasnya. Butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa itu adalah jalan raya dan kendaraan yang sedang melaju.
Jalan itu membagi pemandangan antara hamparan pesawahan dengan komplek perumahan yang didominasi genteng rumah berwarna merah bata. Di belakang perumahan tersebut samar-samar terlihat Gunung Ciremai berdiri kokoh di sebelah timur kota.
Matahari pagi itu terasa hangat dan sedikit berangin. Di sudut kiri paling ujung tebing terlihat sebuah alat pengukur kecepatan angin, anemometer dengan dua mangkok logam berputar-putar. Di sampingnya berdiri tiang alat bantu penunjuk arah angin dengan kantong berwarna merah berkibar-kibar seperti bendera.
Beberapa operator paralayang yang sedang berlatih tampak serius memeperhatikan alat tersebut. Paralayang adalah olahraga terjun bebas dengan parasut tanpa menggunakan mesin. angin menjadi satu-satunya sumber daya angkat.
Sambil menunggu angin, parasut dibentang lebar-lebar di tanah. Tali temali diluruskan supaya tidak saling melilit. Beberapa orang memegang ujung parasut. Saat dapat angin, parasut mengembang sempurna, sambil berlari-lari kita pun meloncat dari tebing. Sebaliknya jika momentumnya kurang tepat, maka harus diulang dari awal.
Menunggu Giliran : Paralayang Tandem
" Seperti duduk di sofa," jelas salah satu rekan saya yang sudah pernah mencoba paralayang di lokasi berbeda. "Dengan kipas angin alam bertiup tepat di muka kita," tambahnya sambil tertawa.
Melihat pemandangan tepat dari ujung kaki membuat saya mengalami berbagai sensasi yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Untuk mengetahuinya secara persis, kita harus mencobanya sendiri.
Catatan kaki : Mencoba Paralayang di Gunung Panten - Majalengka.
- Paket paralayang tandem : Rp 350,000 / orang per pax. Artinya kalau mau meloncat lagi, bayar lagi. Kalau pingin coba paket gantole, Rp 450,000 / pax.
- Tepat di sekitar loket tiket terdapat objek wisata Curug Ci sempong dan konservasi hutan Gunung Panten.
- Harga paket tersebut adalah harga pada saat saya berada di sana.
- Versi ringkas tulisan ini juga dimuat di sriwijaya air inflight magazine edisi : Juni bagian discovery
0 Response to "Mencoba Paralayang di Gunung Panten - Majalengka"
Post a Comment