Mencolok Lampion di Malam Cap Go Me


Bagi Uncle Seronok kecil, perayaan malam Cap Go Meh cuma ada dua hal. Pertama mencolok lampu lampion dengan batang bambu.
Seminggu sebelum puncak perayaan malam Cap Go Me, setiap rumah akan merentangkan kawat melintang dari ujung ke ujung serambi rumah setinggi dua meter. 

Di sanalah koleksi lampion keluarga digantung satu per satu. Kegiatan tersebut dilakukan sama hikmatnya seperti saat orang Nasrani menghias pohon cemara pada malam menjelang Natal. 

Kebanyakan lampion itu adalah buatan tangan dari kertas halus warna-warni. Bentuk beragam jenis. Naga, kelinci, babi, tikus atau tergantung shio tahun tersebut. Sebagian besar adalah lampion berbentuk klasik ala Tiongkok berasal dari Malaysia dan Singapore. 
Dan tentu saja, diantara semua lampion itu harus ada lampion keluarga. Lampion keluarga biasanya yang paling cantik dan selalu menempati posisi terbaik. Digantung mengarah ke depan pintu masuk sehingga orang yang keluar masuk rumah bisa mengaguminya. Lampion yang lain digantung di sebelah kiri dan kanan lampion keluarga.

Saat itu lampion masih pakai lilin. Berada di daerah pesisir, angin tak jarang membuat barisan lampion bergoyang-goyang liar yang pada akhirnya membuat api menjilat salah satu lampion.


"Lampion kebakaran. Lampion kebakaran."

Itulah saat yang ditunggu oleh Uncle Seronok kecil bersama pasukan cilik berbambu.  Tanpa perlu dikomando, mereka akan berebut mencolok lampion itu sampai jatuh ke bawah. 

Untuk menciptakan momen seru mencolok lampion. Angin pantai tidak selalu bisa diandalkan. Tak jarang setelah lelah berkeliling dari satu rumah ke rumah lain, tapi angin tak kunjung menjadi penyebab lampion terbakar.

Maka Uncle Seronok kecil dan pasukannya lalu mengambil inisiatif membuat angin buatan sendiri. Dengan bambu di tangan, salah satu mereka akan menotol-notol bentangan kawat secara perlahan. Jika beruntung salah satu lampion atau lebih akan menjadi korban.




Malam cap Go Me bagi Uncle Seronok kecil cuma ada dua hal. Pertama mencolok lampion terbakar. Saat itu tidak ada tontonan parade barangsai atau liong naga. Parade seperti itu sangat Pe Ka Ih. Hal kedua adalah ajang cari jodoh.

Menurut kebiasaan seorang gadis yang sudah akil balig akan mencari jodoh dengan melempar jeruk ke arah sang pemuda yang disukai. Jika bersambut sang pemuda akan memunggut jeruk dan mengantar sang gadis pulang ke rumah. Dari perkenalan tersebut akan berujung perkawinan. Itu juga kalau memang mereka berjodoh.

Jika gadis-gadis umumnya demi menjaga kesopanan ketimuran akan mengelindingkan jeruk ke arah sang pemuda seperti mengelindingkan bola boling. Maka ada satu gadis, berbekal jeruk berkantung-kantung menimpuk sekuat tenaga ke pemuda yang paling dibencinya.

Dalam kehidupan sehari-hari, pemuda itu selalu mengganggunya. Karena malam Cap Go Me, sang pemuda tidak boleh membalas perbuatan si gadis. Itulah kesempatan yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh gadis itu.

Gadis itu di masa depan kemudian menjadi Ibu si Uncle Seronok. Sedangkan pemuda malang yang membiarkan badannya sakit ditimpukin jeruk, mulai dari buahnya masih utuh sampai menjadi jus jeruk adalah ayahnya.
Berwindu-windu kemudian, sambil duduk melamun di persimpangan jalan Sudirman, Uncle Seronok tersenyum sendiri. Teringat saat dia kepergok sengaja membuat lampion terbakar. Kemudian lari terbirit-birit sambil memegang ujung celana kedodoran.

Tak lama kemudian dia terhenyak dari lamunan. Ada seseorang menimpuk sesuatu ke pundaknya. Jeruk? Bukan. Ternyata tepukan dari polisi. Rombongan parade budaya mau lewat dan Uncle Seronok menghalangi jalan.

0 Response to "Mencolok Lampion di Malam Cap Go Me"

Post a Comment