Uncle's Journey to Noble Silent Part 3

Candi Prambanan - Nov 2014

Di hari pertama, saya sudah melanggar peraturan untuk puasa diam.

Pelatihan dilakukan dengan bahasa Inggris logat India, interpreternya bersuara halus. Audionya juga distel minim. Dan saya pun protes, "Bisa bicara dengan keras? Kalau tidak, saya minta dipindahkan ke barisan depan."

Tentu saja permintaan saya ditolak. Barisan depan khusus untuk old student. Keesokan harinya, sistem audionya sudah lebih kencang dikit.

Hari ketiga kembali saya mengulangi kesalahan yang sama. Saya minta sarung. Dikasih tapi dengan muka masam. Ketika saya melanggar sila 'tidak berbicara' bukan cuma saya sendiri yang bersalah, tapi juga orang yang saya ajak bicara.

Dan karma tidak menunggu waktu yang lama. Di hari kelima, ada seorang engkoh Glodok mencolek-colek pinggang saya sambil sambil memperlihatkan jari telunjuk kemudian jari tengah. Maksudnya mau tanya, saya murid baru atau lama.

Saya pura-pura tak melihat. 

Kembali dia mencolek-colek, kali ini memberi isyarat agar saya melihat ke arah papan pembatas wanita dan pria. Ada sepasang kaki munggil di balik pembatas. Engkoh Glodok kemudian membuat gesture mesum.

Saat pemilik betis munggil berjalan melewati pembatas, si engkoh Glodok terus mengikuti dengan tatapan matanya. Seorang ibu seumuran emak muncul dari balik pembatas. Si engkoh Glodok terhenyak dan saya tak sanggup menahan tawa melihat ekpresi mukanya.

Tawa saya cukup keras. Semua mata melotot ke arah saya. Kali ini saya pasti sudah dicap sebagai uncle tak seronok dan muka saya terasa panas menahan tawa.

Saat meditasi, setiap satu setengah jam asisten guru akan memberikan waktu 5 menit jedah . Saya menyebutnya 'pee time' karena semua orang akan menyerbu toilet.Saat itulah saya merasa karma buruk saya berbuah kembali. 

Ada orang yang menderita kencing manis. Setiap dia selesai menggunakan toilet, tak lama kemudian bekas 'pee' akan dikerumuni oleh semut hitam yang gede-gede. Saya jadi tahu orang ini kencingnya nyemprot kemana-mana. Kerumuman semut tersebut tersebar sesuai bekas urin.  

Karena kejadian itu, saya jadi punya kebiasaan mengintip dulu isi toilet sebelum menggunakannya. Namun ada kejadian yang membuat saya kembali melanggar sila tak berbicara.

Saat saya meloncat keluar dari toilet karena ada serangan semut hitam, orang di belakang saya menerobos masuk. sedetik kemudian dia juga meloncat keluar dan melempar pandangan menuduh.

Tak tahan saya kemudian berteriak, " Bukan saya..."

Haiya! Kembali saya melanggar sila.



0 Response to "Uncle's Journey to Noble Silent Part 3"

Post a Comment