Sebelum Gunung Hawu Rata dengan Tanah

Gunung Hawu

"Sebelum Gunung Hawu rata dengan tanah, mari kita ramai-ramai demo ke sana."

Menuju Gunung Hawu :
Bagaikan serombongan domba, begitu nama disebut melalui toa, satu persatu peserta kegiatan SABUKI meloncat-loncat masuk ke dalam truk bak terbuka. Sekitar 130-an peserta dibagi-bagi memasuki 3 truk bak terbuka yang sudah menanti di depan stasiun kereta Padalarang.

Mereka bukan mau digiring ke rumah jagal seperti domba, tapi mereka sedang mengikuti acara rutin yang diadakan oleh komunitas satu bumi kita atau akrab disebut Sabuki.

Gunung Hawu, Padalarang
courtesy : Agus S. Setiadi Aafg
Pada jaman dahulu kala, saat jalur Tol Cipularang belum ada. Jika menuju Jakarta menggunakan bis kota, kita pasti akan melewati deretan bukit-bukit karst Citatah. 

Diantaranya melewati Gunung Hawu yang ada bolongnya. Gunung Pawon dengan rumah manusia purbanya, tak lupa ada deretan tebing kapur 'Stone-garden',  serta Gunung Masigit yang punya pemandangan menggigit.

Deretan bukit bebatuan ini dikenal sebagai Formasi Raja Mandala yang memiliki jalur panjang sampai ke Pelabuhan Ratu dan Formasi Citarum. 

Kini setelah ada Tol Cipularang, kita sudah tidak melipir jalur ini lagi untuk menuju tol Cikampek. Kita pun tidak bisa menikmati keindahan kawasan karst Citatah lagi. Lama-kelamaan kita pun lupa akan keindahannya.
Gunung Hawu, Padalarang
(c)UncleSeronok.blogspot.com
Karena lupa, kita jadi tidak peduli. Disebabkan kita sudah tak peduli, deretan bukit batu kapur itu satu per satu kemudian hilang. Rata dengan tanah. Jangan salahkan mereka yang meratakan bukit. Sebenarnya, mereka tidak menghilangkan bukit karst. Mereka hanya menyulap keindahan tersebut menjadi bentuk lain. 

Ada yang disulap menjadi batu marmer yang turut mengharumkan nama Indonesia. Yang lain mengolahnya sebagai bahan bangunan yang bernilai ekonomi tinggi. Menjadi bahan baku cat dan pasta gigi. Oleh sebagian seniman, keindahan tersebut diasah menjadi batu akik yang kemudian melingkar lengkap di sepuluh jari tangan.

Jadi bukan salah mereka. Karena kita tidak peduli maka mereka yang punya kreatif tinggi kemudian memindahkan keindahan tersebut menjadi bentuk yang bernilai ekonomis. Semua karena kita tidak peduli.

Jadi, kalau boleh jujur, seharusnya kita turut bangga.

Karena Uncle Seronok bangga dan peduli, maka berangkatlah bersama pegiat SABUKI ber-geotrack sebagai salah satu anggota rombongan domba-domba jinak yang haus petualangan. 

Mbek...!!!
(c)UncleSeronok.blogspot.com
Proses Terjadinya Gunung Hawu
Menurut Uncle Seronok, lebih tepat disebut Gunung Bolong. Karena memang gunungnya bolong. Lihat saja buktinya di photo. Bolong kan?

Awal terbentuknya bolong atau gua diduga karena adanya retakan vertikal memanjang dari atas ke bawah. Retakan awal ini merupakan ciri khas daerah karst batu gamping yang terbentuk dari reruntuhan atap gua atau dikenal dengan istilah sinkhole.

Proses selanjutnya terjadi pelarutan senyawa karbonat dari bahan baku utama batu gamping yang terjadi secara perlahan dan bertahap. Proses pelubangan secara karstifikasi kemudian memanjang  ke arah samping sesuai dengan kontur kemiringan lapisan batu gamping yang sangat curam ke arah selatan.

Setelah melalui waktu yang sangat lama...lama sekali, kira-kira berjuta-juta tahun lamanya maka sim-sa-la-bin, jadilah Gunung Hawu bolong seperti yang kita kenal sekarang. 

Gua Gunung Hawu melengkung secara alami memiliki ukuran yang cukup besar. Lebar kurang lebih 30m, tinggi kurang lebih 70m dan kedalaman sekitar 90m. 
Lengkungan alami ini oleh T. Bachtiar kemudian dibandingkan dengan lengkungan serupa yang berada di Natural Bridge Virginia dan Arches National Monument di Utah. Lengkungan alami di Virginia dan Utah memiliki dimensi yang sangat besar sehingga menyerupai jembatan seperti yang dapat dilihat pada photo di bawah.

photo sumber dari wikipedia.org

Ketika seorang T. Bachtiar tanpa ragu menyatakan lengkungan alami gua Gunung Hawu setara dengan jembatan alami milik Arches Museum Utah, USA. Tentu saja Gunung Hawu tak bernilai harganya.

Sekarang tinggal kita sendiri, menghargai Gunung Hawu sebagai warisan milik dunia yang memiliki keunikan tersendiri. Atau kita seperti orang-orang kreatif yang mencoba menyulap kawasan karst Citatah ini dengan penuh perhitungan nilai ekonomis.

Bayangkan berapa orang yang akan hidup sejahtera jika kawasan ini disulap menjadi pusat bahan baku odol, cat, bahan bangunan, ember, gayung, sikat toilet dan jangan lupa ada banyak batu akik melingkar di sepuluh jari kita.

Jari...Jari....

Atau kita olah secara profesional seperti negara Tiongkok memperlakukan Gunung Tian-Men-Shan ( Gunung Pintu Surga ) dengan menambahkan seribu tangga sehingga gunungnya tidak perlu bernasib sama seperti yang dialami oleh Gunung Hawu -- menjadi bahan batu akik.

Jari ...Jari...
 courtesy : unknown
Catatan kecil Uncle Seronok tentang Gunung Hawu dengan sepuluh jari penuh dengan cincin batu akik :
  1. Sejarah mencatat puncak Gunung Hawu pernah dikenal sebagai Dinding-30. Disebut demikian karena memiliki tebing vertikal setinggi 30 m dengan  evalasi asal 825 m. Namun saat ini telah berganti nama menjadi Dinding-nol! Karena sudah disulap.

0 Response to "Sebelum Gunung Hawu Rata dengan Tanah"

Post a Comment