Pemandangan dari puncak Gunung Burangrang |
Teorinya, kalau tersesat di gunung, naiklah ke atas. Karena gunung memiliki daerah atas yang lebih sempit dibandingkan dengan di daerah bawah. Semua jalur ke atas sampai titik tertentu akan berhenti di puncak. Sehingga kemungkinan bertemu dengan pendaki lain lebih besar.
Memilih jalur turun ke bawah, selain belum tentu bisa ketemu desa terdekat, juga mempersulit tim penyelamat menemukan kita karena wilayah yang harus disisir semakin besar.
Itu teorinya. Uncle Seronok juga tahu itu.
Tapi saat benar-benar tersesat di Gunung Burangrang, hilang itu semua yang namanya teori. Yang ada cuma rasa panik, ulu hati sakit. Kaki lemas seperti puding. Napas memburu seperti habis jogging.
Kisah ini benar terjadi adanya. Bukan rekayasa. Apalagi cerita bohong. Dengan kata lain cerita true-story yang menimpah Uncle Seronok bersama seorang penulis perempuan asal Inggris.
Bersama komunitas Ulin Jerambah |
Cerita ini bermula dari keceriaan kemping semalam bersama komunitas Ulin Jerambah dalam rangka menyambut tahun baru. Awalnya sempat ragu-ragu, takut diganggu hantu. Kalau sudah diganggu hantu tentu kempingnya jadi tidak seru.
"Apa hubungannya dengan hantu," tanya kamu.
Karena kita kempingnya dekat kuburan alias rumah hantu.
Serunya kemping, bakar-bakar ayam betot, aman tanpa diganggu hantu |
Sebenarnya, hiking ini adalah yang kedua kalinya bagi Uncle Seronok. Pertama kalinya, lewat jalur komando bersama sekompok anak SMA bertenaga kijang. Uncle Seronok gagal muncak karena kehabisan stamina. Jadi kali kedua ini, bertekad bulat sampai puncak Gunung Burangrang.
Ibarat nonton film di youtube, kalau ada adegan membosankan kita bisa loncat ke track yang berikutnya. Supaya tidak membosankan, ceritanya di fastforward sama Uncle Seronok.
"Trilili....Tralala...Trululu....Sim ala kasim."
Tahu-tahu semua sudah berada di puncak Gunung Burangrang. Semua anggota Ulin Jerambah, dari yang sudah om-om sampai anak kecil belum akil baligh, semua bahagia. Lega rasanya bisa photo-photoan sambil menyender ke tugu.
Tugu Gunung Burangrang |
Penampakan Situ Lembang dari puncak Gunung Burangrang |
Teorinya, turun dari puncak haruslah hati-hati. Tetaplah jaga kebersamaan dan jarak antar teman.
Itu Uncle Seronok juga tahu.
Perbedaan jarak, katakanlah, walaupun cuma sekitar 10 meter saja bisa berubah jadi musibah jika kita tidak turun gunung dengan hati-hati. Dalam keadaan cuaca buruk, hujan badai berpetir atau kabut tebal, misalnya. Percaya atau tidak, rombongan yang ada di depan anda bisa tiba-tiba menghilang dari pandangan.
Apalagi kalau sampai menyimpang dari jalur. Karena bentuk gunung umumnya kerucut, menyimpang dari jalur sekian derajat saja, akan semakin membesar ketika turun ke bawah. Bisa-bisa kita sampai di sebelah gunung lainnya.
Ceritanya, Uncle Seronok mau berbagi pengalaman tersesat saat turun gunung sambil ditemani seorang wanita penulis dari Inggris yang enggan disebutkan namanya di sini. Pengalaman yang nyaris membuat air mata menetes sambil membayangkan jadi hantu gentayangan di Gunung Burangrang.
Sedih banget 'kan? Lebih drama 'kan dari sinetron Korea?
Awalnya memang niat nulis seperti itu. Ada drama-drama sedikit dan berbagi pengalaman 'true story' tapi tidak tahu kenapa jadi begini ceritanya. Kayaknya harus ganti judul jadi tip supaya tidak menjadi hantu di gunung.
Teori terakhir. Bawa handphone ke gunung jangan dengan niat untuk update status. Jangan buat sampai lo-bat handphone-mu buat selfie. Ketika tersesat di gunung, handphone yang full batere bisa jadi penyelamatmu.
Diceritakan kembali oleh Uncle Seronok secara suka-suka dari pengalaman tersesat di Gunung Burangrang pada tanggal 01 Januari 2015.
hahaha...seru uncle ceritanya, asli...mantap dah!
ReplyDeleteterima kasih sudah datang berkunjung, Kang.
ReplyDelete