Ada suara salak
anjing menyambut kami saat perahu merapat di dermaga Pulau Payung. Dermaga yang terbuat dari jejeran
jerigen plastik persegi warna biru sejenak menjadi riuh. Bukan cuma ada
satu ekor. Tapi ada tujuh ekor Dachshund, sejenis anjing berkaki pendek,
berdaun telinga panjang menyambut kedatangan kami.
“Jangan takut. Anjingnya jinak,” kata
Pak Sobar, pengemudi perahu sambil mengeluarkan suara mengusir anjing. Secepat
kilat datangnya, secepat kilap juga rombongan anjing Dachshund melesat menghilang di antara pohon cemara laut di Pulau Payung.
Perahu merapat untuk menurunkan
peralatan kemping dan menaikkan peralatan snorkeling. Kami, rombongan berjumlah
20 orang, hari itu akan melakukan kegiatan selam dangkal di kawasan Kepulauan
Seribu dan sekitarnya.
Pulau Payung dipilih sebagai
base-camp. Selain karena jaraknya lebih dekat dari Pulau Tidung. Juga karena perairan
di sekitar Pulau Payung menawarkan pemandangan lanskap bawah air yang lebih
menakjubkan dibandingkan dengan perairan di sekitar Pulau Tidung yang sudah
rusak.
Di perairan sisi selatan
Pulau Payung banyak terdapat terumbu karang besar berbentuk payung terbuka. Diameternya
bisa mencapai lebih dari 1 meter. Kemungkinan besar karena bentuk terumbu
karang Acropoda Digitifera ini, pulau itu kemudian dinamakan Pulau Payung.
Pada ujung paling
selatan, sebuah batu berbentuk meriam sengaja diletakkan di kedalaman 5 meter. Terumbu
karang buatan ini atau Agregation Fish Device ( FDA ) bertujuan mengubah
kawasan perairan sepi ikan menjadi kawasan
bahari yang kaya berbagai biota laut.
Sedangkan di bagian
Barat pulau, banyak terdapat terumbu karang berbadan lunak, koloni Gorgonia berbentuk kipas warna kuning
dan merah. Kadang-kadang suka terdapat Anemon lengkap dengan ikan badut
berwarna orange. Kalau beruntung bisa ketemu
juga dengan Patrick, si bintang laut. Kalau buntung, kaki kena landak laut atau
bulu Babi.
Seminggu sebelum
berangkat, saya sempat mengutarakan keraguan saya untuk ikut snorkeling. Saya
tidak bisa berenang. Apalagi menyelam. Bukannya bisa menikmati lanskap bawah
air, bisa-bisa saya yang tengelam.
“Jangan khawatir.
Pakai safety jacket, kok,” bujuk teman saya.
“Ngapung. Percaya
deh. Saya juga tidak bisa berenang” katanya.
Saya sendiri
tidak percaya bisa termakan bujukan. Main di pantai sudah biasa. Tapi menyelam,
walau di perairan dangkal, tetap saja menakutkan bagi saya.
Saat perahu
sewaan mulai meninggalkan Pulau Payung untuk mencari spot snorkeling, saya
berkeringat dingin. Yang lain ceria sambil berphoto-photo di buritan perahu.
Saya cuma duduk meringkuk. Diam.
Mari Kita Snorkeling
Mesin perahu
sudah dimatikan. Sauh sudah dilempar. Life jacket sudah dipakai. Fin membuat
saya sulit berjalan. Snorkel membuat
saya panik. Masker membuat saya tidak bisa bernapas.
“Bernapas lewat mulut,” instruksi
guidenya. Selanjutnya apa yang dikatakan oleh guide selam. Saya tidak mengerti
apa-apa. Saya hanya tahu saya tidak bisa berenang.
Hanya saya sendiri yang masih bertahan
di atas perahu. Teman saya yang mengaku tidak bisa berenang, mengapung dengan
luwesnya seperti putri duyung. Ini yang disebut tidak bisa berenang? Ketipu
saya, umpat saya dalam hati.
Instruktur snorkeling sepertinya
memiliki agenda tersendiri. Ada satu orang saja yang tidak bersedia turun ke
air. Dia merasa dirinya gagal menjadi guide yang baik. Tak heran dia mengeluarkan
segala upaya untuk membuat saya turun ke air. Kalau perlu dengan tangannya sendiri mendorong
saya ke laut dengan paksa. Saya memilih turun sendiri pakai tangga.
“Just relax,” katanya. “Saya akan
menarik kamu ke daerah yang lebih dangkal.”
Saya pasti sudah gila kalau percaya
sama orang yang barusan punya niat untuk mendorongku dari atas perahu. Kalau
orang snorkeling, pasti dengan posisi telungkup, mata melihat ke bawah air.
Snorkeling cara saya adalah berbaring telentang, melihat ke langit. Dan
menyerahkan nasib saya di tangan guide yang menarik saya ke daerah dangkal.
Dia mau mengajari saya berenang, langsung
di laut. Pertama dia menyakinkan saya untuk mengapung dengan posisi terlungkup.
Kemudian belajar meluncur. Berada di perairan dangkal setinggi pinggang untuk
belajar berenang ternyata cukup menyenangkan.
Lapak Gorengan
Saya merasa
permukaan air semakin tinggi. Tadi setinggi pinggang. Sekarang hampir sedada. Saya
meminta salah satu putri duyung untuk menarik saya kembali. Ternyata mereka
juga merasa sudah waktunya untuk naik ke atas perahu.
Pemandu selanjutnya mengajak kami
menuju beberapa spot snorkrling lain. Saya kehilangan orientasi, tidak tahu berada
di spot yang mana. Tapi, ada satu tempat yang membuat saya berteriak tak
percaya. Ada orang berjualan gorengan di
tengah laut.
Pulau Gosong adalah gugusan
karang-karang mati dengan gundukan pasir tak berpenghuni di Kepulauan Seribu. Saat
pasang pulau ini akan hilang ditelan laut. Saat surut, hanya tampak gundukan
pasir putih dengan luas tak lebih dari 50 meter. Di atas gundukan pasir tersebut, ada orang buka lapak tenda terpal dan jualan
gorengan di sana.
Untuk membeli gorengan kita harus
berenang menuju ke sana. Saya lebih tertarik untuk tetap berada di atas perahu
dan mengambil photo. Dari atas haluan perahu, tampak Pulau Gosong dipadati
pengunjung. Entah oleh pengunjung yang mau beli gorengan atau ke sana cuma
sekedar untuk berphoto-photo.
Keramaian
berakhir saat pasang air semakin tinggi. Pemilik lapak membongkar lapak dan
kembali ke perahunya. Dari ke jauhan perlahan-lahan Pulau Gosong menghilang
dari pandangan. Hanya ada langit senja tak berawan. Laut hijau jambrub
bergelombang. Sunset merah bundar secara perlahan-lahan menghilang ke horizon
menghantar kami pulang ke Pulau Payung.
Tiba di Pulau
Payung, mendapat kejutan kedua. Ternyata
ada laguna di pinggir pulau. Airnya tenang seperti kolam renang. Kedalaman air cuma
sepaha. Cocok untuk melanjutkan latihan
renang tanpa khawatir tenggelam digulung ombak. Posisinya menghadap pantai
membuat laguna ini langsung jadi spot favorit untuk photo-photo. Semua sepakat
untuk membuka tenda dan bermalam di tepi
laguna.
Menjelang Magrib, kami mencoba menjelajah
Pulau Payung. Hanya dihuni oleh sekitar 150 jiwa tidak membuat Pulau Payung terasa
sesak seperti pasar. Ada untungnya juga.
Bisa numpang mandi di rumah penduduk. Sebenarnya tersedia kamar mandi umum di
sana. Tapi kondisinya membuat orang yang masuk ke dalam, langsung meloncat
keluar lagi. Hilang selera untuk buang hajat saking kotornya.
Ada warung makan
juga di sana. Namun tidak banyak pilihan menu. Mie instan, bakso, gorengan dan
minuman bersoda. Soal makan tidak usah khawatir. Beli ikan segar. Bakar-bakar
dan jadi santapan lezat buat makan malam. Hm, sedap!
Penginapan
komersial tidak ada. Namun ada beberapa homestay yang tersedia. Biasanya disewa
secara rombongan. Yang ingin sedikit
bertualangan bisa mencoba tidur di tempat terbuka seperti kami.
Di sebelah timur
pulau terdapat sebuah villa mewah. Villa mewah itu dibangun agak terpencil di
ujung pulau. Konon sebidang tanah pulau telah dibeli oleh orang kaya dari
Jakarta. Tidak jelas apakah cuma sebidang atau seluruh pulau sudah menjadi
milik pribadi. Yang jelas kami harus meminta ijin untuk membuka tenda di tepi
laguna.
Untungnya
pasangan pemilik villa cukup ramah. Kami tidak mengalami kesulitan yang berarti
untuk kemping di sana. Ternyata meraka juga pemilik tujuh ekor anjing Dachshund
yang menyambut kedatangan kami siang tadi. Tuannya ramah. Dachshundnya juga
ramah.
Keesokan paginya,
kami terbangun oleh salak anjing Dachshund.
Pemilik villa sedang lari pagi. Dan ketujuh kurcaci mengejar dari
belakang dengan ramai. Kehadiran tujuh ekor anjing tentu saja menarik perhatian
kami.
Seekor menerjang
masuk ke tenda perempuan dan membuat penghuninya kabur ketakutan. Beberapa ekor
menghampiri kami minta dielus. Saat permintaan mereka dipenuhi, sebagai ucapan
terima kasihnya, dapat jilatan bertubi-tubi. Hahaha. Geli.
Ada dua ekor
Dachshund yang bermain air di laguna. Mereka saling berkejar-kejaran. Sebentar
meloncat ke air, kemudian meloncat keluar sambil mengoyangkan tubuh mereka
untuk mengeringkan air. Tingkah mereka sangat lucu. Saat saya mendekati mereka,
mereka segera meloncati-loncati tubuh saya seolah-olah mengajak ikut bermain.
Dapat hadiah jilatan, tentunya.
Puas bermain sama
anjing Dachshund, saya harus segera bersiap-siap. Pagi ini kami harus segera
kembali ke Bandung. Dengan perasaan berat saya harus meninggalkan kawanan
anjing tersebut. Sambil melihat bulatan matahari pagi merah, saya berjanji
dalam hati untuk kembali lagi. Saat itu saya harus bisa berenang. Dan semoga
ketujuh ekor kurcaci masih ada saat itu.
Tips Snorkeling Buat Pemula
Ingin menikmati dan menjelajah
lanskap bawah air tapi tidak bisa berenang seperti saya? Snorkeling adalah
kegitan selam air dangkal dengan bantuan alat pernapasan berbentuk hurup J yand
disebut snorkel. Memakai masker untuk melindungi mata serta hidung agar tidak
kemasukan air serta mengenakan kaki katak atau fin untuk mengayuh. Untuk
mengapung dibutuhkan life jacket.
Prinsip dasar dari snorkeling adalah
mengapung dengan posisi telungkup. Posisi kepala sejajar dengan postur tubuh.
Pandangan mata melihat ke bawah. Fin digunakan unruk berpindah dari satu tempat
ke tempat lain.
Berikut ini
adalah tip snorkeling dari pemandu saya yang sangat gigih. Khusus untuk Anda yang
tidak bisa berenang seperti saya.
Buatlah senyaman
mungkin saat berada di air. Jangan panik. Mulai dengan posisi telentang dengan
posisi kepala menghadap ke atas langit. Buka kedua kaki dan tangan lebar-lebar
agar terdapat keseimbangan. Mulailah latihan bernapas melalui alat snorkel
melalui mulut.
Jika sudah nyaman
perlahan-lahan mulailah berbalik dengan posisi telungkup menghadap ke air. Atau
minta bantuan pemandu Anda pada proses ini. Takut diserang panik seperti saya.
Kalau berhasil pada tahap ini, secara teknis anda sudah bisa snorkeling.
Selalu waspada
dengan keadaan sekeliling dan snorkeling secara berkelompok. Jangan sampai
terlalu asik menjelalah keindahan bawah air membuat kita terpisah dari
kelompok. Gelombang laut tidak bisa diduga. Tahu-tahu Anda bisa terbawa arus ke
tengah laut.
Selain menjaga
keselamatan diri anda di laut. Selalu ingat untuk menjaga kelestarian alam
bawah laut beserta biota laut lainnya. Jangan menginjak terumbu karang atau mengeluarkan
bintang laut dari permukaan laut. Seperti makhluk air lainnya, bintang laut
bernapas di air, terlalu lama berada di permukaan laut bisa membunuhnya.
Memberi makan pellet makanan untuk memancing ikan mendekati kita sebenarnya tidak disarankan.
0 Response to "Pulau Payung : Antara Dachshund, Snorkeling dan Lapak Gorengan"
Post a Comment