Candi Cangkuang - Garut : Sebuah Devaju

candi cangkuang - garut 1
Saya mengalamai sensasi devaju saat berada di Candi Cangkuang - Garut.

Ini kali pertama saya menginjakkan kaki ke Candi Cangkuang, Garut. Jadi saya yakin saya belum pernah jalan-jalan ke candi tersebut sebelumnya. Malahan, satu-satunya alasan saya ke Garut adalah untuk melihat secara langsung Candi Cangkuang. 

Tapi devaju ini membuat saya mulai ragu. Jangan-jangan saya memang pernah ke lokasi ini sebelumnya. Dan saya lupa!! Waduhh. Kemungkinan lain, saya memang pernah berada di sini, tapi di kehidupan saya sebelumnya.

Jalan-Jalan Ke Candi Cangkuang :
Jumat pagi, 25 Maret, 2016  -- Saya harus mengakui ada sedikit perbedaan  keinginan diantara kami berlima. Saya dan empat orang rekan sesama tukang jalan bermaksud memanfaatkan waktu sehari di Garut untuk mengunjungi ( kalau bisa ) seluruh objek wisata di kota Garut.
candi cangkuang , garut 2
Situ Cangkuang dengan latar Gunung Haruman
Suatu ambisi yang boleh dikatakan mustahil bisa terwujud mengingat waktu yang kami miliki terbatas. Kawah Kamojang - Taman Mawar - Situhapa - Konservasi elang - Situ Cibeureum - Candi Cangkuang - Kampung Sampiruen dan malamnya berendam air panas.

Berada di depan markas Jelajah Garut ( JG ) - alun-alun Garut, sambil menunggu motor rental dadakan muncul, kami masih berkutat dengan lokasi mana yang harus dikunjungi terlebih dahulu. Sebelum akhirnya mengkerucut menjadi dua opsi:  Kawah Kamojang atau Candi Cangkuang.

Saya belum pernah mengunjungi kedua tempat tersebut -- jadi seharusnya mau kemana dulu tidak masalah bagi saya. Tapi hari itu saya bersikeras ke Candi Cangkuang dulu, baru Kawah Kamojang. Jangan tanya kenapa. Saya tidak tahu. Sepertinya saya mendapat firasat bahwa perjalanan kami hari itu tidak akan mulus.
candi cangkuang, garut3
berakit-rakit menuju Kampung  Pulo
Candi Cangkuang : Lokasi 
Candi Cangkuang terletak di atas bukit sebuah pulau kecil   yang bentuknya  memanjang dari barat ke timur dengan luas cuma sekitar 16,5 ha. Karena bentuknya yang memanjang maka disebut Pulau Panjang. Bagian selatan pulau yang subur telah berubah menjadi daerah persawahan. Sedangkan bagian utara, terdapat Kampung Pulo berserta Candi Cangkuang dikelilingi oleh Situ Cangkuang.

Secara topografi Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles dikepung oleh empat gunung besar diantaranya ada Gunung Haruman, Gunung Guntur, Gunung Kaledong dan terakhir Gunung Mandalawangi. 

Akses jalan menuju lokasi sudah cukup bagus.  Dari alun-alun Leles, bisa naik ojek, delman, atau kalau nekad, boleh jalan kaki. ( opsi terakhir tidak disarankan - jauh, bro. )

Untuk mencapai pulau kita harus berakit-rakit terlebih dahulu, baru bisa bersenang-senang kemudian. Rakit ala shuttle-bus dibanderol Rp 4000 perorang tapi pakai ngetem lama seperti angkot. Kalau ngak mau tunggu, silakan bayar  harga premium Rp 80,000 / rakit. Kalau mau hemat bisa berenang ke seberang. ( opsi yang ini juga tidak disarankan - bisa dimusuhi ojek rakitnya, bro. )
candi cangkuang, garut4
berakit-rakit dahulu, berenang-renang kemudian
Candi Cangkuang : Sejarah dan Pemugaran
Nama Candi Cangkuang diambil berdasarkan lokasi ditemukannya candi, yaitu di Desa Cangkuang. Cangkuang itu sendiri sebenarnya adalah nama sejenis pandan berduri  yang tumbuh di sana.

Diawali dari catatan notulen seorang peneliti Belanda bernama Vorderman yang ditulis di tahun 1893 yang mengatakan terdapat sebuah makam kuno dan sebuah arca Syiwa yang sudah rusak di bukit Kampung Pulo. Maka pada tahun 1967-1968 diadakanlah penelitian secara mendalam oleh Drs.Uka Tjandrasasmita dan Prof. Harsoyo.

Dari hasil penggalian, ditemukan reruntuhan batu yang menyerupai bangunan candi. Selain reruntuhan candi juga ditemukan serpihan pisau dan bebatuan peninggalan jaman megalitikum. Penelitian tahun berikutnya baru berhasil menggali bangunan makam.
candi cangkuang, garut 5
gerbang Kampung Pulo
candi cangkuang 6
pedagang souvenir Kampung Pulo
Candi Cangkuang Sebuah Devaju
Pernahkah mengalami sensasi aneh saat berada di tempat asing tapi merasa tempat itu sudah pernah kita kunjungi sebelumnya? Beberapa meter menjelang tiba di Pulau Panjang, tanpa diduga saya mengalami semacam serangan devaju.

Reaksi awal saya adalah mencari kemiripan. Saya mencari kemiripan dengan berbagai pulau yang pernah saya kunjungi di kepulauan seribu sebelumnya. Seperti inikah rasanya saat mendekati sebuah pulau? Rasanya tidak sama.

Saat memotret bangunan candi dari kejauhan, kembali saya merasa seperti pernah melakukan hal yang sama sebelumnya. Memiliki keluhan yang sama karena rakit yang bergoyang sehingga pegangan pada kamera tidak stabil. Serta jangkauan lensa yang kurang tele. Apakah hari itu merupakan penggulangan dari kejadian sebelumnya? Aneh!

candi cangkuang, garut 6
saya pernah memoto dari angel ini sebelumnya
Candi Cangkuang : Kampung Pulo
Sebelum mencapai puncak bukit, kita harus melewati kampung Pulo. Dari luar gerbang, banyak terdapat warung makanan dan pedagang souvenir.

Memasuki pintu gerbang, pada sisi kiri-kanan jalan terdapat enam rumah adat bergaya rumah panggung. Tiga rumah disebelah kanan dan tiga buah lainnya ada di sisi kiri. Dari pintu gerbang masuk sebelah kiri terdapat sebuah bangunan masjid yang cukup sederhana. Tidak ada kubah yang menjadi ciri khas masjid yang seperti kita kenal.
candi cangkuang, garut
masjid kampung pulo
candi cangkuang, garut
deretan 3 rumah adat di sebelah kanan
Menurut penuturan, penghuni Kampung Pulo harus keturunan langsung Embah Dalam  Arief Muhammad. Dan pemilikan rumah ditarik dari garis keturunan pihak sang ibu.

Larangan yang tetap dipegang sampai saat ini adalah tidak boleh memelihara ternak berkaki empat dan menabuh gong. Menurut saya, ada kemiripan dengan kebiasaan adat Kampung Mahmud, Bandung.

Jumlah keluarga tetap dipertahankan sebanyak enam kepala keluarga. Jika ada penambahan anggota akibat perkawinan maka anggota keluarga baru harus keluar kampung. Sebaliknya jika terjadi penggurangan anggota keluarga akibat kematian maka anggota luar bisa diundang masuk ke dalam melalui seleksi oleh ketua adat.

Candi di Atas Bukit itu bernama Candi Cangkuang
Bangunan persegi empat dengan lebar setiap sisinya berkisar 5 meter dan tinggi 9 meter berdiri sendiri di atas bukit. Tidak seperti candi Hindu lainnya, candi ini bisa dibilang cukup sederhana. Tanpa ada relief ataupun hiasan pada dinding candi.

Menghadap arah timur, candi ini memiliki ruangan seluas 2 meter persegi, tempat arca Dewa Syiwa di simpan. Disamping kanan candi terdapat makam kuno.

Lebih jauh ke bawah bukit, terdapat sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan koleksi benda-benda peninggalan Embah Dalam seperti naskah kuno kulit kambing dan Al Quran dari kulit kayu.
candi cangkuang, garut
pemandangan dari atas bukit

Dari atas bukit saya memandang ke arah situ di bawah. Sekali lagi, saya mengalami devaju -- saya pernah ke sini. Berdiri di tempat yang sama dan memandang objek yang sama. Perasaan itu semakin kental saat saya duduk di depan pintu candi. Ada perasaan yang mengatakan saya juga pernah duduk manis dan dipoto dengan gaya yang persis sama.
Catatan Kaki Perjalanan Menuju Candi Cangkuang :
  • sampai saat ini Candi Cangkuang tetap merupakan sebuah misteri. Kenapa penduduk kampung Pulo yang notabene penduduk asli yang hidup berdampingan dengan candi tersebut secara turun temurun tidak memiliki sedikit pun catatan tentang candi itu. Atau dengan kata lain sama sekali tidak tahu keberadaan candi tersebut sebelumnya?
  • Ambisi untuk menyisir objek wisata kota Garut hari itu cuma sampai di Candi Cangkuang saja. Karena hujan, akhirnya kawah Kamojang dan Sampireun tidak jadi dikunjungi.
Candi Cangkuang, Garut sebuah Devaju menjadi perjalanan saya kali ini penuh misteri.

Kalau kebetulan berada di Garut kenapa tidak sekalian main ke Pantai Santolo saja?

0 Response to "Candi Cangkuang - Garut : Sebuah Devaju"

Post a Comment