Berburu Harta Karun di Cimol Gedebage

sumber : unknown
"One man's trash is another man's treasure"

Ada orang membocorkan sebuah rahasia kepada saya. Katanya, Cimol Gedebage itu seperti gua harta karun dalam cerita Ali Baba dan 40 penyamun. Untuk membuka gua harta karun tersebut  harus menggunakan password pembuka pintu, iftah ya simsim yang saya terjemahkan secara bebas sebagai, buka dong pintunya. Untuk menutupnya jangan lupa, passwordnya ikfil ya simsim.

Untungnya, di Cimol Gedebage tidak perlu lagi merapal mantra. Dan jangan takut, tidak ada seorang pun penyamun di sana, apalagi sampai 40 orang. Ya, amit-amit, deh. Tapi kalau berandalan? Copet? Todong? Peleceh? Ngak berani jamin saya.

Ya, untuk berjaga-jaga tidak ada salahnya bawa aksesoris pelindung diri, misalnya toa. U know lah harus diapain itu toa, in case, anda benaran kena copet. Tinggal tes sound terus teriaklah minta tolong sekuat dan sebisanya anda. Dan kalau punya semprotan lada atau pengejut listrik, bawa saja.   Bukan nakut-nakutin saya. Tapi hati-hati ngak ada salahnya, bukan? 
gedebage
ilfah ya simsim, bukalah.....
Nah, untuk berburu harta karun di Cimol Gedebage, amannya bawa uang yang banyak saja. Boleh saja punya rencana awal mau beli hanbok buat keponakan. Tapi kita tidak akan pernah tahu, kalau lagi nasib baik, nemu jaket wolfskin ori yang tinggal satu-satunya. Jangan sampai menyesal saat mau beli, barangnya sudah tidak ada lagi keesokan harinya.

Dengan prinsip tersebut maka berangkatlah saya pada suatu sabtu sore (06/02) menuju pasar Cimol Gedebage. Misi awal saya adalah mencari celana hiking quick-dry dengan harga Rp100rb/pc  sebagai patokan harga paling tinggi dan maksimal beli 2 pc. Saya berjanji akan membelanjakan uang saya dengan bijaksana.
cimol gedebage
gedung ini berada di depan banguan cimol gedebage, khusus perkulakan dan barang barang produk lokal
Namun saat berada di dalam cimol, saya terhipnotis oleh jampi-jampi teriakan, "Tiga-Seratus ribu. Silakan dipilih. Dipilih." Jampi itu terus diulang-ulang seperti kaset untuk menarik pelanggan.

Murah banget, itu reaksi awal saya. Selanjutnya saya membiarkan diri saya tersedot ke dalam kerumunan orang. Tanpa pakai lama, saya sudah terlibat dalam perang adu tarik dan melotot dalam usaha mendapat barang yang paling bagus.

Seratus-tiga potong. Kalau dua ratus dapat enam potong. Dalam hati saya mulai berhitung. Cihuii...murah banget. Biar barang bekas Korea tapi modelnya oke punya. Sampai malam juga tidak apaa-apa, pokoknya saya akan berjuang sampai dapat 6 potong celana yang pantas. Demikian tekad saya.  

Bayangkan betapa gondoknya saya saat mau dil,  celana hasil perjuangan berlumuran keringat dihargai seratus sepuluh per potong oleh si-abang-tukang-tipu. Aduh. Kenapa jadi begini? Jadi lebih besar dari bajet. Saya langsung panas dingin.

"Maaf. Tidak jadi beli," kata saya sambil mengembalikan celananya. 

Si-abang-tukang-tipu berusaha membujuk,"Bisa ditawar, kok. Adek mau tawar berapa? Kalau yang 3-seratus barangnya ini," kata si-abang-tipu  sambil menunjuk ke arah rak gantungan berisi berbagai macam celana dalam-trendy-g-string-thong-ukuran-cutie-mini-me.

"Ngak,ah," tolak saya terlanjur pundung. "Lagian, saya tidak pernah pakai kolor," beritahu saya sambil meninggalkan si-abang-lucu-tukang-tipu yang jadi linglung.

Setelah meninggalkan si-abang-tukang-tipu saya tidak berharap nasib saya akan lebih baik. Rasanya tidak ada lagi yang bisa mengobati rasa kecewa itu. Tapi yang namanya keberuntungan atau kebetulan memang tidak bisa ditebak.

Ada sebuah  jaket jack wolfskin ori warna hijau army made-in-thailand di salah satu pedagang. Jaket ini terpajang mencolok mata dengan praistek Rp 310rb lengkap dengan segala asesorisnya. Karena tidak percaya sama yang namanya kebetulan - jaket hijau itu langsung dibawa pulang.

Selanjutnya nemu 3 potong celana hiking dibawah bajet pada pedagang lain.  Semua rasanya datang susul menyusul. Pengalaman awal tidak menyenangkan mendadak berakhir jadi GAPATAR.  

0 Response to "Berburu Harta Karun di Cimol Gedebage"

Post a Comment