seorang turis asal Korea terpesona |
Berencana
pelesir ke Yogyakarta? Jangan cuma mampir ke Malioboro saja. Cobalah singgah
sebentar ke Masjid Sumur Gumuling. Ada yang menyebutnya sebagai Mesjid Pendem,
namun sebagian besar orang mengenalnya sebagai Mesjid Bawah Tanah Taman Sari.
Disebut demikian karena bangunan masjid ini hampir seluruhnya berada di bawah
permukaan tanah.
Walaupun
masjid ini masih berada satu kawasan dengan keraton serta merupakan bagian dari rangkaian kompleks Pesanggrahan Taman Sari,
pamor masjid ini seperti tengelam dibandingkan kedua objek wisata tersebut di
mata para wisatawan. Tapi Anda tidak
akan menyesal saat berkunjung ke Masjid
Sumur Gumuling.
Menyelusuri
lorong-lorong masjid rasanya seperti menyelusuri labirin waktu. Pak Cipto,
salah satu pemandu lokal, membawa saya bertualang lewat cerita-cerita menarik yang tak urung
membuat saya berimajinasi sambil
membayangkan saat Sri Sultan Hamengkubuwono I berjalan menerobos terowongan masjid untuk bertemu
penguasa Laut Selatan.
Didirikan
tahun 1765, saat itu selain berfungsi sebagai masjid, bangunan ini juga
berfungsi sebagai benteng pertahanan bawah tanah. Beberapa bagian bangunan
rusak parah akibat serangan Inggris pada tahun 1812, dan kemudian ditinggalkan
akibat bencana gempa bumi dasyat yang
menghancurkan kompleks tersebut di tahun 1867. Sebagai penggantinya pihak
keraton kemudian membangun Masjid Ghede Kauman di sebelah barat alun-alun lor
Yogyakarta yang tetap berdiri sampai sekarang.
lorong bawah tanah menuju masjid |
Keunikan Masjid Bawah Tanah Tamansari
Untuk
menuju lokasi, jika pakai kendaraan bermotor, dari tempat parkir kompleks
Tamansari, berjalanlah ke arah utara. Setelah melewati gang-gang di antara
rumah penduduk, belok kiri dan jalan terus sampai menemukan sebuah bangunan
kubah berwarna beige . Kubah yang muncul dari permukaan tanah itu adalah bagian
dari bangunan Masjid Sumur Gumuling.
Untuk
memasuki area Masjid Sumur Gumuling, hanya tersedia satu pintu akses yang
terletak di bagian timur. Sehingga baik untuk masuk ke dalam masjid maupun
saat mau keluar kita harus melewati pintu akses yang sama. Masih menurut Pak
Cipto, pintu masuk ini memiliki fisolofi Jawa yang berarti manusia hidup
berasal dari Tuhan dan mati juga kembali kepada Tuhan.
lorong dan cerukan di dinding masjid |
Setelah
memasuki pintu ini kita akan menemukan rangkaian anak tangga berjumlah 13 buah
dengan panjang sekitar tiga meter, lebar setengah meter dan tinggi tanjakan
sekitar 15 cm. Rangkaian tangga akan menuntun kita menelusuri lorong melingkar
menuju suatu ruangan datar dengan luas 3x3 meter.
Dari
sebelah kiri ruangan datar ini, kita kembali harus menuruni sebelas anak tangga
lagi sebelum kita sampai di depan pintu masuk masjid yang berada di sebelah
sisi kanan. Kalau kita terus berjalan melewati masjid maka kita akan sampai
pada sebuah lorong buntu. Sebenarnya
lorong ini tembus ke bangunan Pulo Panembung, tapi saat ini sudah ditutupi
karena pernah runtuh saat terjadi gempa.
dinding banguan masjid yang tebal dengan jendela yang menghadap ke rumah penduduk |
Meskipun
disebut masjid, struktur bangunan Masjid Sumur Gumuling tidak seperti bangunan
masjid yang kita kenal secara umum. Sesuai namanya ( gumuling dalam bahasa jawa
yang berarti berputar dalam lingkaran ) maka masjid ini sendiri pun berbentuk
bundar atau lingkaran. Bundaran bagian luar adalah tembok bangunan memiliki
ketebalan kurang lebih enam meter, sedangkan bundaran dalam adalah sumur dengan
atap terbuka berdiameter sekitar empat meter sehingga jika diperhatikan
dari atas akan tampak seperti berbentuk donut.
Arsitektur bangunan masjid itu sendiri merupakan gabungan gaya arsitektur Portugis dengan kultur Jawa yang diwarnai kultur Hindu dan Budha yang telah lebih dahulu hadir. Secara fisik, bangunan tersebut menyerupai bangunan theater melingkar dengan kubah terbuka. Namun saya berpendapat bangunan tersebut tampak seperti bangunan benteng dengan deretan lubang tinggi melengkung bagian atas yang berfungsi sebagai tempat menaruh meriam.
Arsitektur bangunan masjid itu sendiri merupakan gabungan gaya arsitektur Portugis dengan kultur Jawa yang diwarnai kultur Hindu dan Budha yang telah lebih dahulu hadir. Secara fisik, bangunan tersebut menyerupai bangunan theater melingkar dengan kubah terbuka. Namun saya berpendapat bangunan tersebut tampak seperti bangunan benteng dengan deretan lubang tinggi melengkung bagian atas yang berfungsi sebagai tempat menaruh meriam.
atap sumur saguling yang berbentuk donut |
kubah masjid sagul |
Dengan
demikian, bangunan masjid ini merupakan manifestasi dari kemampuan kultur Jawa
yang beralkulturasi dengan berbagai budaya lain serta sanggup memaknainya
kembali. Misalnya walaupun bangunan ini berfungsi sebagai masjid, di bagian
tengah masjid terdapat Sumur Gumuling tempat Sri Sultan bersemedi dalam tata
cara Kejawen. Sumur Gumuling juga dipercaya sebagai tempat Sri Sultan bertemu
dengan Ratu Pantai secara magis.
Keistimewahan
lain dari bangunan Masjid Sumur Gumuling adalah seluruh dinding bangunan terbuat
dari susunan batu bata tanpa mengunakan semen. Sebagai bahan perekat digunakan
putih telur. Mengingat bangunan ini dikelilingi oleh telaga buatan besar
bernama Kolam Segaran, maka dinding masjid pun dibuat setebal 1.25 meter. Tentu
saja tujuannya agar banguan masjid tetap berdiri kokoh dan air tidak merembes
masuk.
Sebagai
bangunan masjid, untuk kegiatan ibadah dipakai ruang melingkar yang terdiri
dari dua lantai. Lantai pertama yang berada di dalam tanah digunakan oleh para
jamaah wanita, sedangkan lantai dua yang posisinya hampir sejajar dengan
permukaan tanah untuk jamaah pria. Pada masing-masing lantai terdapat sebuah ceruk
dinding di sebelah barat yang berfungsi sebagai mihrab atau tempat pengimanan.
Keistimewahan bangunan ini, iman yang memimpin shalat tidak perlu pengeras
suaara karena suara iman akan dipantulkan kembali oleh dinding sehingga gema suara akan terdengar di seluruh ruangan.
Untuk
menuju lantai dua, terdapat delapan pintu lengkung pada setiap bagian sisi luar
sumur yang juga berfungsi sebagai tempat wudhu. Juga ada empat tangga menyatu menuju pelataran
yang tepat berada di atas sumur. Dari pelataran yang berbentuk seperti piramida
ini, terdapat lagi satu anak tangga menuju ke lantai dua. Empat anak tangga
yang menyatu di pelataran serta satu anak tangga tambahan menuju lantai dua,
mempunyai makna dari lima rukun Islam. Tangga terakhir menyiratkan arti apabila
kita mampu maka kita bisa menunaikan rukun Islam terakhir yaitu ibadah haji. Kelima
tangga tersebut bisa pula diartikan sebagai konsep spiritual Jawa, ‘sedulur papat siji pancer.’
lorong jalan menuju masjid |
lorong jalan |
Berbeda
dengan bangunan lantai satu, bangunan lantai dua memiliki empat ventilasi yang
menghadap langsung kearah sumur. juga dilengkapi toilet serta ada sepuluh
jendela tinggi untuk melihat keluar masjid. Kubah di atas sumur sengaja dibuat terbuka alias tanpa atap sehingga
cahaya matahari leluasa masuk ke dalam
ruangan.
0 Response to "Terpukau Sihir Masjid Sumur Gumuling"
Post a Comment